Ternak Sapi Perah

Tercapaikah  Program Swasembada Susu 2020 ?

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan pemerintah belum punya target untuk menentukan kapan terjadi swasembada. "Swasembada susu kapan? masih jauh banget," ucap Rusman, Jumat (7/6) (Surabaya Post online  sabtu 08/06/ 2013).Rusman menuturkan pemerintah tidak tinggal diam saja, saat ini fokus Kementerian Pertanian adalah bagaimana meningkatkan produktivitas susu sapi dan meningkatnya konsumsi susu rakyat Indonesia. Pendapat ini Sejalan dengan pendapat Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Boediyana menambahkan, jika diasumsikan bahwa pada tahun 2020 tercapai swasembada susu, yakni mampu memenuhi 90% dari kebutuhan susu nasional atau sekitar 5,4 Milyar liter, Teguh menghitung, pada tahun 2012 tersebut harus ada sekitar 1,44 juta ekor sapi perah laktasi. Jika yang menjadi kekhawatiran selama ini adalah ketersediaan lahan dan hijauan untuk ternak, sebenarnya lahan masih cukup luas dan terdapat daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah. Hanya saja, selama ini peternakan sapi perah masih berpusat di daerah tertentu di Pulau Jawa, sehingga wajar jika terjadi kesulitan tersendiri untuk memenuhi dua hal tersebut. "Perlu dilakukan pengembangan usaha peternakan sapi perah di luar Jawa yang pada dasarnya juga memiliki potensi yang sangat bagus untuk pengembangan usaha ini,"tandas Teguh (food review Indonesia, tekad swasembada susu 2020 di posting 21 agustus 2013).

Pendapat yang berkembang diatas merupakan pendapat umum yang dikemukakan oleh pemerintah dan pakar persusuan diindonesia, dimana secara umum dalam mendukung program pemerintah untuk mencapai swasembada susu 2020 diperlukan perbaikan dari tingkat peternak  (manajemen pemeliharaan, kesehatan, pakan, keuangan dan pasca produksi) tingkat kelembagaan (manajemen kelompok dan koperasi), lembaga keuangan (bank dan lembaga kreditur lainnya, dalam penjaminan dan keringanan cicilan pinjaman) dan pemerintahan (kebijakan dan implementasi kebijakan dilapangan).

Namun yang menjadi pertanyaan mendasar apakah hal ini sudah menyentuh permasalahan dasar yang dihadapi oleh peternakan sapi perah rakyat? Khusus untuk peternak sapi  di wilayah Jawa Barat kalangan peternak sudah beranggapan bahwa usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang kurang menguntungkan adanya anggapan usaha teh ngan saukur ledeh tak-tak  jeung buburuh ka sapi (Usaha sapi perah hanya mengakibatkan lecet pundak dan menjadi buruh dari sapi perahnya). Hal ini disebabkan peternak merasa dari usaha sapi perahnya hanya cukup untuk kebutuhan sapi sendiri.
Kondisi ini dikeluhkan oleh peternak diwilayah pengembangan sapi perah di Jawa barat  (Kabupaten Bandung,  Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Tasikmalaya).  Indikasinya terlihat dari banyaknya pemotongan sapi perah (baik betina produktif maupun dara siap IB) dan perubahan usaha sapi perah menjadi sapi potong atau usaha lainnya.  Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana memperkirakan bahwa populasi sapi di Indonesia menurun sebesar 20% dibandingkan dengan sensus sapi yang pernah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011 yang mencapai 14,6 juta ekor. (Neraca.co.id, 21 ag 2013), Ketua GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) Jawa Barat, Dedi Setiadi di kantor GKSI Jabar Jalan Rumah Sakit, Kecamatan Ujungberung, menyatakanpenyusutan produksi susu mulai terjadi sejak akhir 2011, tingginya harga daging  membuat sebagian peternak menjual sapi perahnya ke tempat pemotongan daging. Seperti pada kuartal pertama 2013, sekitar 20 persen populasi sapi perah “raib” untuk dijadikan sapi potong.sejalan dengan pernyataan Menurut Ketua KPBS (Koperasi Peternak Susu Bandung Selatan), Aun Gunawan jumlah sapi perah di Pangalengan saat ini hanya sebanyak 9.500 ekor, jumlah tersebut turun dari sebelumnya yang mencapai 15.000 ekor.(Fokusjabar.com, 21 agustus 2013).
Hal utama yang harus dilakukan sebelum melakukan importasi sapi dan pengembangan wilayah peternakan diluar Jawa adalah pemberdayaan peternak sapi perah yang ada dan merangsang kegairahan dalam menjalankan usaha peternakan sapi perahnya. Yang perlu dijadikan nara sumber utama sebenarnya peternak langsung dengan tidak merendahkan para pakar sapi perah. Bila kita berkomunikasi langsung dengan peternak sebenarnya yang mereka inginkan adalah usahateh hayang kaharti jeung teu sakadar ripuh wungkul (Usaha yang dapat mencukupi kebutuhan sapi dan peternaknya). Pernyataan para fakar sapi perah yang menyebutkan bahwa salah satu factor yang dapat mendorong kegairahan usaha sapi perah adalah dengan adanya kenaikan harga di tingkat peternak tidak terlalu salah. Tapi yang paling utama adalah bagaimana menciptakan usaha sapi perah yang efektif dan efisien ditingkat peternakan rakyat.
Paradigma yang timbul adalah peternak berpikiran untuk mendapatkan hasil dalam usaha ternak sapi perahnya mereka melakukan efesiensi dengan membeli kosentrat dengan harga murah dan menuntut harga susu yang tinggi. Ini yang menjadi penyakit kronis dalam manajemen pakan ditingkat peternak ditambah lagi dengan asumsi untuk mendapatkan hasil produksi yang banyak sudah tercetak image ditingkat peternak pemberian ampas tahu dan ongok untuk menunjang pakan kosentrat yang diberikan. Fluktuasi harga dan kontinuitas dari ampas tahu dan ongok menyebabkan peternak sapi perah tidak bisa memperhitungkan secara konstan neraca keuangannya setiap bulan, dimana bila tidak ada ampas tahu  dalam sehari mengakibatkan  produksi susu turun dan untuk kembali ke produksi normalnyya memerlukan waktu 3 – 7 hari.
Rataan biaya yang dikeluarkan oleh peternak sapi perah di daerah parongpong berkisar 40 ribu/ekor/hari, malah ada yang mencapai 90 ribu/ekor/hari, hal ini disebabkan ketergantungan akan ampas tahu dan ongok yang tinggi dan kosentrat yang diberikan berkualitas rendah, sejalan dengan pernyataan Ketua GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) Jawa Barat, Dedi Setiadi dan Aun Gunawan bahwa peternak hanya mau membeli kosentrat  dengan harga rendah, “Namun harga konsentrat saat ini Rp2.500 per kilogram. Dan kami berharap pemerintah dapat menurunkan harga tersebut, karena peternak hanya menyanggupi pembelian di harga Rp2.000 per kilogram,”. .(Fokusjabar.com, 21 agustus 2013). Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak  di wilayah (KBB, Kab Bandung, Kab. Sumedang, Kab. Sukabumi dan Kab Garut) umumnya peternak dapat menerima bila terjadi perubahan harga kosentrat  tetapi dengan syarat kualitas dan kontinyuitas terjaga, kelemahan fihak KUD dan produsen makanan ternak penyuluhan dan pembinaan pada peternak dalam menjalankan usaha ternaknya termasuk didalamnya manajemen pakan kurang maksimal dilaksanakan.

Komunikasi rutin yang terjadi antara peternak dengan kelompok dengan KUD hanya sebatas dalam RAT dengan agenda membahas posisi KUD dan Neraca Keuangan, berdasarkan hasil wawancara lapangan peternak berkeinginan adanya komunikasi langsung dengan pengurus dan petugas KUD dan mereka dapat mengajukan keluhan dan permasalahan dalam mengelola sapi perahnya.  Kondfisi   ini yang menyebabkan keretakan hubungan antara peternak dengan peternak lainya maupun dengan kelompok, termasuk juga dengan KUDnya. Hal ini yang menyebabkan tumbuh suburnya pengusaha susu  di Jawa Barat di luar KUD dengan memanfaatkan kerengangan antara peternak dengan Kelompok termasuk juga dengan KUD, seperti  di daerah Kabupaten Garut,  Kabupaten Tasik Malaya, Kab Bandung, Kab Sumedang, dan didaerah Kabupaten Bandung Barat,

Disebagian wilayah Jawa Barat peran ketua kelompok di peternak sapi perah sudah bergeser dimana ketua kelompok dulunya berfungsi sebagai panutan dan menjebatani hubungan peternak dengan KUD sudah bergeser menjadi usaha pribadi. Ketua kelompok memandang peternak sebagai asset pribadi dan berhak atas susu yang dihasilkan peternak sehingga mereka beranggapan yang berhak menyalurkan susu adalah mereka apakah mau ke KUD ataukah ke pihak diluar KUD. Hal inilah yang menyebabkan perpecahan di KUD yang ada di Jawa Barat dan bangkrutnya KUD.
Perlunya sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga keungan dan perbankan dan koperasi dalam pengembangan peternakan sapi perah dimana peran yang diharapkan :
1.         Kelompok ternak dan koperasi  :  mengembalikan peran dan fungsi dari KUD, dimana peran peternak sebagai objek dari kelompok dan KUD dalam pengelolaan bidang usaha di KUD menjadi subjek dan patner kerja dari kelompok dan KUD sehingga peternak mempunyai rasa memilki kepada lembaga KUD dan dapat bekerja sama dalam rangka peningkatan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Penataan kelembagaan dan manajemen di tingkat KUD dan kelompok sehingga dapat tercapai efisiensi dan efektifitas di tingkat KUD dan kelompok sehingga biaya operasional  susu dari tingkat peternak sampai ke konsumen dalam hal ini IPS dapat diminimalisir sehingga hasil dari  efisiensi biaya dapat dipakai untuk meningkatkan harga beli susu di tingkat peternak.
2.         Pemerintah : membuat kebijakan yang dapat menunjang kelangsungan usaha sapi perah dan dilakukan implementasi oleh petugas lapangan setempat ppl dan UPTD setempat.
3.         Lembaga Keungan dan perbankan, perlunya pemberian pinjaman untuk pakan dan peralatan peternak, dimana pada saat ini pinjaman hanya terfokus pada pengadaan ternak. Dimana pada sapi perah terdapat masa kering (tidak berproduksi susu selama 2 bulan) dan sebagian peternak tidak memberikan pakan tambahan pada masa kering dengan pertimbangan sapinya tidak berproduksi.
4.         Lembaga pendidikan (Universitas, dll), melakukan pendampingan dan implementasi hasil penelitian yang dapat di aplikasikan di lokasi peternak sapi perah.


Dengan sinergi dari keempat lembaga tersebut diharapkan tercipta usaha peternakan sapi perah rakyat yang sehat dan berdaya saing sehingga program swasemda ssusu 2020 dapat tercapai dengan bertambahnya jumlah peternak sapi perah rakyat dan penambahan skala kepemilikkan sapi perah. Termasuk juga tumbuhnya kegairahan peternak sapi perah baru dan regenerasi usaha, dimana pada saat ini peternak sapi perah dalam rataan umur 40 tahunan dan mereka beranggapan beternak sapi perah merupakan usaha terpaksa karena tidfak memiliki usaha lainnya. Diharapkan pencapaian swasembada susu 2020 terjadi karena tumbuhnya usaha peternakan rakyat, bukan dilihat hanya sebatas produksi susu saja. Pada saat ini banyak pemodal termasuk Industri Pengolahan Susu yang berinvestasi  di peternakan sapi perah dengan mendatangkan sapi impor dengan skala pemeliharaan di atas 100 ekor. Sehingga bila hanya di lihat dari kaca mata produksi susu saja program swasembada susu 2020 mungkin tercapai namun merupakan program yang semu (tidak nyata).

[Oleh Abung: Alumni Fakultas Peternakan Unpad]


TAKSONOMI SAPI  PERAH

Kingdom    :     Animalia,
filum           :     Chordata
kelas          :     Mammalia
Ordo          :     Artiodactyla
Famili         :     Bovidae
Subfamili    :     Bovinae
Genus         :     Bos
Spesies       :     Bos taurus, dan dengan nama binomial Bos taurus

(Linnaeus 1758).

No comments:

Post a Comment